GLOBALISASI Bagi Dunia
Pendidikan
1. Pengertian
Globalisasi
adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas
wilayah.Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang
dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya
sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi
bangsa- bangsa di seluruh dunia. (Menurut Edison A. Jamli
dkk.Kewarganegaraan.2005) Globalisasi ditandai oleh ambivalensi – yaitu tampak
sebagai “berkah” di satu sisi tetapi sekaligus menjadi “kutukan” di sisi lain.
Tampak sebagai “kegembiraan” pada satu pihak tetapi sekaligus menjadi
“kepedihan” di pihak lainnya. Globalisasi pendidikan di Indonesia juga ditandai
oleh ambivalensi yaitu berada pada kebingungan, karena ingin mengejar
ketertinggalan untuk menyamai kualitas pendidikan Internasional, kenyataannya
Indonesia belum siap untuk mencapai kualitas tersebut. Padahal kalau tidak ikut
arus globalisasi ini Indonesia akan semakin tertinggal.
Dampak globalisasi
di bidang Pendidikan – Munculnya istilah globalisasi/liberalisasi pendidikan
tinggi bermula dari WTO yang menganggap pendidikan tinggi sebagai jasa yang
bisa diperdagangkan atau diperjualbelikan. Tiga negara yang paling mendapatkan
keuntungan besar dari liberalisasi jasa pendidikan adalah Amerika Serikat (AS),
Inggris, dan Australia (Enders dan Fulton, Eds., 2002, hh 104-105).
Dampak
Globalisasi di bidang Pendidikan – Menurut pembukaan UUD 1945 alinea ke-4,
pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Sementara pada
pasal 28 B ayat (1) mengamanatkan bahwa “Setiap orang berhak mengembangkan
pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan mendapatkan
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan
kualitas hidupnya, demi kesejahteraan umat manusia” dan pasal 31 ayat (1)
mengamanatkan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”
Dampak Globalisasi di bidang
Pendidikan – Konstitusi itu menunjukkan kalau rakyat mempunyai kedudukan yang
sama untuk dan di dalam memperoleh pendidikan yang tepat yang bisa
membebaskannya dari kebodohan atau bisa mengantarkannya menjadi manusia-manusia
berguna. Kata “setiap” dalam konstitusi tersebut artinya setiap orang, tanpa
membedakan gender, strata sosial, etnis, golongan, agama dan status apapun
berhak untuk memperoleh perlindungan di bidang pendidikan. Hak pendidikan
menjadi hak setiap warga negara, karena jika hak ini berhasil diimplementasikan
dengan baik, maka bangsa ini pun akan memperoleh kemajuannya. Karena pendidikan
merupakan pondasi kehidupan bernegara. Pendidikan memiliki peran kunci dan
strategis dalam memajukan sebuah bangsa. Dari pendidikan sebuah bangsa bisa
dibuat maju atau mundur ke belakang.
Dampak
Globalisasi di bidang Pendidikan – Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 dinyatakan
bahwa pendidikan formal di Indonesia bermula dari TK selama dua tahun
dilanjutkan Sekolah Dasar hingga kelas enam. Lulusan sekolah dasar melanjut ke
sekolah menengah pertama selama tiga tahun dan sekolah menengah atas tiga tahun
berikutnya. Lulusan SMU dapat memilih untuk memperoleh gelar diploma atau
sarjana atau bentuk pendidikan tinggi lain.
Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia bisa dilihat dari tiga hal :
Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia bisa dilihat dari tiga hal :
• Masalah peningkatan mutu manusia dan masyarakat Indonesia
• Kedua, menyangkut masalah globalisasi
• Perkembangan dan kemajuan teknologi.
Pendidikan merupakan aspek penting
dalam era globalisasi. Tiga persoalan ini sangat berpengaruh dalam perkembangan
dunia pendidikan. Sebab peningkatan SDM, yang menjadi tugas dan tanggung jawab
utama pendidikan, sangat dipengaruhi faktor globalisasi dan teknologi. Pengaruh
globalisasi, kemajuan teknologi dan informasi serta perubahan nilai-nilai
sosial harus diperhitungkan dalam penyelenggaran pendidikan, apalagi tanggung
jawab dunia pendidikan untuk mencapai tujuan pokok melahirkan manusia yang
berkualitas.
Dampak
Globalisasi di bidang Pendidikan – Pendidikan mulai diperhitungkan lebih serius
sebagai tonggak utama dalam pertumbuhan dan pembangunan dalam konsepsi knowledge
economy, terutama karena terjadinya pergeseran besar dari orientasi kerja otot
(muscles work) ke kerja mental (mental works). Dalam konsepsi ini, peranan dan
penguasaan informasi sedemikian vitalnya, sehingga kebutuhan dalam proses
pengumpulan, penyaringan, dan analisa informasi menjadi sedemikian penting.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang disertai dengan semakin kencangnya arus globalisasi dunia
membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Teknologi berkembang sangat
pesat, pemerintah juga jadi kerepotan dan akhirnya mengubah kurikulum
pendidikan di Indonesia disesuaikan dengan tuntutan era globalisasi. Padahal
kurikulum di Indonesia itu sudah berulang kali dimodifikasi, bahkan
diubah-ubah. Bahkan sering ada anggapan bahwa setiap kali ganti menteri tentu
ganti kurikulum. Yang lebih membingungkan lagi, setiap terjadi perubahan
pendekatan atau teori selalu disertai dengan berbagai jargon dan
istilah-istilah baru. Dulu CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), kemudian link and
match, kemudian KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) dan terakhir adalah KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Berikutnya entah berbasis apa lagi.
Ujungnya selalu saja ganti buku, ganti cara membuat persiapan mengajar, ganti
cara ulangan, ganti cara tampil di kelas dan sebagainya. Bahkan, sering
terjadi, kurikulum telah dimodifikasi lagi ketika kurikulum lama belum sampai
di sekolah.
Dampak Globalisasi di bidang
Pendidikan – Menurut Alex Maryunis Kurikulum itu terdiri dari: alat dasar;
dokumen tertulis; pelaksanaan dan hasil belajar. Yang sering digonta ganti dan
dimodifikasi atau diubah-ubah itu adalah pada dokumen tertulisnya. Gonta ganti
kurikulum memperlihatkan bagaimana pendidikan dibereskan dengan metode tambal
sulam.
2.
Dampak Globalisasi dalam dunia Pendidikan
Dampak
Positif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan
a)
Pengajaran
Interaktif MultimediaØ
Kemajuan teknologi akibat pesatnya arus globalisasi, merubah pola pengajaran pada dunia pendidikan. Pengajaran yang bersifat klasikal berubah menjadi pengajaran yang berbasis teknologi baru seperti internet dan computer. Apabila dulu, guru menulis dengan sebatang kapur, sesekali membuat gambar sederhana atau menggunakan suara-suara dan sarana sederhana lainnya untuk mengkomunikasikan pengetahuan dan informasi. Sekarang sudah ada computer. Sehingga tulisan, film, suara, music, gambar hidup, dapat digabungkan menjadi suatu proses komunikasi.
Kemajuan teknologi akibat pesatnya arus globalisasi, merubah pola pengajaran pada dunia pendidikan. Pengajaran yang bersifat klasikal berubah menjadi pengajaran yang berbasis teknologi baru seperti internet dan computer. Apabila dulu, guru menulis dengan sebatang kapur, sesekali membuat gambar sederhana atau menggunakan suara-suara dan sarana sederhana lainnya untuk mengkomunikasikan pengetahuan dan informasi. Sekarang sudah ada computer. Sehingga tulisan, film, suara, music, gambar hidup, dapat digabungkan menjadi suatu proses komunikasi.
b)
Perubahan
Corak Pendidikan.Ø
Mulai longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk berkompetisi dan tekanan institusi global, seperti IMF dan World Bank, mau atau tidak, membuat dunia politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan perubahan. Lahirnya UUD 1945 yang telah diamandemen, UU Sisdiknas, dan PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) setidaknya telah membawa perubahan paradigma pendidikan dari corak sentralistis menjadi desentralistis. Sekolah-sekolah atau satuan pendidikan berhak mengatur kurikulumnya sendiri yang dianggap sesuai dengan karakteristik sekolahnya.
Mulai longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk berkompetisi dan tekanan institusi global, seperti IMF dan World Bank, mau atau tidak, membuat dunia politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan perubahan. Lahirnya UUD 1945 yang telah diamandemen, UU Sisdiknas, dan PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) setidaknya telah membawa perubahan paradigma pendidikan dari corak sentralistis menjadi desentralistis. Sekolah-sekolah atau satuan pendidikan berhak mengatur kurikulumnya sendiri yang dianggap sesuai dengan karakteristik sekolahnya.
c)
Kemudahan Dalam Mengakses InformasiØ
Dalam dunia pendidikan, teknologi hasil dari melambungnya globalisasi seperti internet dapat membantu siswa untuk mengakses berbagai informasi dan ilmu pengetahuan serta sharing riset antar siswa terutama dengan mereka yang berjauhan tempat tinggalnya.
Pembelajaran Berorientasikan Kepada SiswaØ
Dulu, kurikulum terutama didasarkan pada tingkat kemajuan sang guru. Tetapi sekarang, kurikulum didasarkan pada tingkat kemajuan siswa. KBK yang dicanangkan pemerintah tahun 2004 merupakan langkah awal pemerintah dalam mengikutsertakan secara aktif siswa terhadap pelajaran di kelas yang kemudian disusul dengan KTSP yang didasarkan pada tingkat satuan pendidikan. Di dalam kelas, siswa dituntut untuk aktif dalam proses belajar-mengajar. Dulu, hanya guru yang memegang otoritas kelas. Berpidato di depan kelas. Sedangkan siswa hanya mendengarkan dan mencatat. Tetapi sekarang siswa berhak mengungkapkan ide-idenya melalui presentasi. Disamping itu, siswa tidak hanya bisa menghafal tetapi juga mampu menemukan konsep-konsep, dan fakta sendiri.
Dalam dunia pendidikan, teknologi hasil dari melambungnya globalisasi seperti internet dapat membantu siswa untuk mengakses berbagai informasi dan ilmu pengetahuan serta sharing riset antar siswa terutama dengan mereka yang berjauhan tempat tinggalnya.
Pembelajaran Berorientasikan Kepada SiswaØ
Dulu, kurikulum terutama didasarkan pada tingkat kemajuan sang guru. Tetapi sekarang, kurikulum didasarkan pada tingkat kemajuan siswa. KBK yang dicanangkan pemerintah tahun 2004 merupakan langkah awal pemerintah dalam mengikutsertakan secara aktif siswa terhadap pelajaran di kelas yang kemudian disusul dengan KTSP yang didasarkan pada tingkat satuan pendidikan. Di dalam kelas, siswa dituntut untuk aktif dalam proses belajar-mengajar. Dulu, hanya guru yang memegang otoritas kelas. Berpidato di depan kelas. Sedangkan siswa hanya mendengarkan dan mencatat. Tetapi sekarang siswa berhak mengungkapkan ide-idenya melalui presentasi. Disamping itu, siswa tidak hanya bisa menghafal tetapi juga mampu menemukan konsep-konsep, dan fakta sendiri.
d)
Globalisasi dalam pendidikan akan menciptakan manusia
yang professional dan berstandar internasional dalam bidang pendidikan.
e)
Globalisasi akan membawa dunia pendidikan Indonesiabisa
bersaing dengan Negara-negarara lain.
f)
Globalisasi akan menciptakan tenaga kerja yang
berkualitas dan mampu bersaing
g)
Adanya perubahan struktur dan system pendidikan yang
meningkatkan tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan
Dampak Negatif
Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia
a. Komersialisasi
PendidikanØ
Era globalisasi mengancam kemurnian dalam pendidikan. Banyak didirikan sekolah-sekolah dengan tujuan utama sebagai media bisnis. John Micklethwait menggambarkan sebuah kisah tentang pesaingan bisnis yang mulai merambah dunia pendidikan dalam bukunya “Masa Depan Sempurna” bahwa tibanya perusahaan pendidikan menandai pendekatan kembali ke masa depan. Salah satu ciri utamanya ialah semangat menguji murid ala Victoria yang bisa menyenangkan Mr. Gradgrind dalam karya Dickens. Perusahaan-perusahaan ini harus membuktikan bahwa mereka memberikan hasil, bukan hanya bagi murid, tapi juga pemegang saham.(John Micklethwait, 2007:166).
Era globalisasi mengancam kemurnian dalam pendidikan. Banyak didirikan sekolah-sekolah dengan tujuan utama sebagai media bisnis. John Micklethwait menggambarkan sebuah kisah tentang pesaingan bisnis yang mulai merambah dunia pendidikan dalam bukunya “Masa Depan Sempurna” bahwa tibanya perusahaan pendidikan menandai pendekatan kembali ke masa depan. Salah satu ciri utamanya ialah semangat menguji murid ala Victoria yang bisa menyenangkan Mr. Gradgrind dalam karya Dickens. Perusahaan-perusahaan ini harus membuktikan bahwa mereka memberikan hasil, bukan hanya bagi murid, tapi juga pemegang saham.(John Micklethwait, 2007:166).
b. Bahaya Dunia MayaØ
Dunia maya selain sebagai sarana untuk mengakses informasi dengan mudah juga dapat memberikan dampak negative bagi siswa. Terdapat pula, Aneka macam materi yang berpengaruh negatif bertebaran di internet. Misalnya: pornografi, kebencian, rasisme, kejahatan, kekerasan, dan sejenisnya. Berita yang bersifat pelecehan seperti pedafolia, dan pelecehan seksual pun mudah diakses oleh siapa pun, termasuk siswa. Barang-barang seperti viagra, alkhol, narkoba banyak ditawarkan melalui internet.
Sebagaimana kasus yang terjadi pada tanggal 6 Oktober 2009 lalu diberitakan bahwa salah seorang siswi SMA di Jawa Timur, pergi meninggalkan sekolah demi menemui seorang lelaki yang dia kenal melalui situs pertemanan “facebook”. Hal ini sangat berbahaya pada proses belajar mengajar.
Dunia maya selain sebagai sarana untuk mengakses informasi dengan mudah juga dapat memberikan dampak negative bagi siswa. Terdapat pula, Aneka macam materi yang berpengaruh negatif bertebaran di internet. Misalnya: pornografi, kebencian, rasisme, kejahatan, kekerasan, dan sejenisnya. Berita yang bersifat pelecehan seperti pedafolia, dan pelecehan seksual pun mudah diakses oleh siapa pun, termasuk siswa. Barang-barang seperti viagra, alkhol, narkoba banyak ditawarkan melalui internet.
Sebagaimana kasus yang terjadi pada tanggal 6 Oktober 2009 lalu diberitakan bahwa salah seorang siswi SMA di Jawa Timur, pergi meninggalkan sekolah demi menemui seorang lelaki yang dia kenal melalui situs pertemanan “facebook”. Hal ini sangat berbahaya pada proses belajar mengajar.
c. KetergantunganØ
Mesin-mesin penggerak globalisasi seperti computer dan internet dapat menyebabkan kecanduan pada diri siswa ataupun guru. Sehingga guru ataupun siswa terkesan tak bersemangat dalam proses belajar mengajar tanpa bantuan alat-alat tersebut.
Mesin-mesin penggerak globalisasi seperti computer dan internet dapat menyebabkan kecanduan pada diri siswa ataupun guru. Sehingga guru ataupun siswa terkesan tak bersemangat dalam proses belajar mengajar tanpa bantuan alat-alat tersebut.
d.
Dunia pendidikan Indonesia bisa dikuasai oleh para
pemilik modal.
e.
Dunia pendidikan akan sangat tergantung pada teknologi,
yang berdampak munculnya “tradisi serba instant”.
f.
Globalisasi akan melahirkan suatu golongan-golongan di
dalam dunia pendidikan.
g.
Akan semakin terkikisnya kebudayaan bangsa akibat
masuknya budaya dari luar.
Globalisasi
mengakibatkan melonggarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh Negara.
Banyak sekolah di indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini mulai melakukan globalisasi dalam sistem pendidikan internal sekolah. Hal ini terlihat pada sekolah – sekolah yang dikenal dengan billingual school, dengan diterapkannya bahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa Mandarin sebagai mata ajar wajib sekolah. Selain itu berbagai jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang membuka program kelas internasional. Globalisasi pendidikan dilakukan untuk menjawab kebutuhan pasar akan tenaga kerja berkualitas yang semakin ketat. Dengan globalisasi pendidikan diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat bersaing di pasar dunia. Apalagi dengan akan diterapkannya perdagangan bebas, misalnya dalam lingkup negara-negara ASEAN, mau tidak mau dunia pendidikan di Indonesia harus menghasilkan lulusan yang siap kerja agar tidak menjadi “budak” di negeri sendiri. Pendidikan model ini juga membuat siswa memperoleh keterampilan teknis yang komplit dan detil, mulai dari bahasa asing, computer, internet sampai tata pergaulan dengan orang asing dan lain-lain. sisi positif lain dari liberalisasi pendidikan yaitu adanya kompetisi. Sekolah-sekolah saling berkompetisi meningkatkan kualitas pendidikannya untuk mencari peserta didik.
Banyak sekolah di indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini mulai melakukan globalisasi dalam sistem pendidikan internal sekolah. Hal ini terlihat pada sekolah – sekolah yang dikenal dengan billingual school, dengan diterapkannya bahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa Mandarin sebagai mata ajar wajib sekolah. Selain itu berbagai jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang membuka program kelas internasional. Globalisasi pendidikan dilakukan untuk menjawab kebutuhan pasar akan tenaga kerja berkualitas yang semakin ketat. Dengan globalisasi pendidikan diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat bersaing di pasar dunia. Apalagi dengan akan diterapkannya perdagangan bebas, misalnya dalam lingkup negara-negara ASEAN, mau tidak mau dunia pendidikan di Indonesia harus menghasilkan lulusan yang siap kerja agar tidak menjadi “budak” di negeri sendiri. Pendidikan model ini juga membuat siswa memperoleh keterampilan teknis yang komplit dan detil, mulai dari bahasa asing, computer, internet sampai tata pergaulan dengan orang asing dan lain-lain. sisi positif lain dari liberalisasi pendidikan yaitu adanya kompetisi. Sekolah-sekolah saling berkompetisi meningkatkan kualitas pendidikannya untuk mencari peserta didik.
Globalisasi seperti gelombang
yang akan menerjang, tidak ada kompromi, kalau kita tidak siap maka kita akan
diterjang, kalau kita tidak mampu maka kita akan menjadi orang tak berguna dan
kita hanya akan jadi penonton saja. Akibatnya banyak Desakan dari orang tua
yang menuntut sekolah menyelenggarakan pendidikan bertaraf internasional dan
desakan dari siswa untuk bisa ikut ujian sertifikasi internasional. Sehingga sekolah
yang masih konvensional banyak ditinggalkan siswa dan pada akhirnya banyak pula
yang gulung tikar alias tutup karena tidak mendapatkan siswa.
Implikasinya, muncullah :
Implikasinya, muncullah :
·
Home
schooling, yang melayani siswa memenuhi harapan siswa dan orang tua karena tuntutan
global
·
Virtual
School dan Virtual University
Munculnya alternatif lain dalam memilih pendidikan
Munculnya alternatif lain dalam memilih pendidikan
·
Model Cross
Border Supply, yaitu pembelajaran jarak jauh (distance learning), pendidikan
maya (virtual education) yang diadakan oleh Perguruan Tinggi Asing ; contohnya
United Kingdom Open University dan Michigan Virtual University.
·
Model
Consumption Aboard, lembaga pendidikan suatu negara menjual jasa pendidikan
dengan menghadirkan konsumen dari negara lain; contoh : yaitu hadirnya banyak
para pemuda Indonesia menuntut ilmu membeli jasa pendidikan ke lembaga-lembaga
pendidikan ternama yang ada di luar negeri.
·
Model Movement of Natural Persons. Dalam hal
ini lembaga pendidikan di suatu negara menjual jasa pendidikan ke konsumen di
negara lain dengan cara mengirimkan personelnya ke negara konsumen. Contohnya
dengan mendatangkan dosen tamu dari luar negeri bekerja sama dengan perguruan
tinggi yang ada di Indonesia (tidak gratis tentunya).
·
Model
Commercial Presence, yaitu penjualan jasa pendidikan oleh lembaga di suatu
negara bagi konsumen yang berada di negara lain dengan mewajibkan kehadiran
secara fisik lembaga penjual jasa dari negara tersebut.
Selain itu
ketidaksiapan sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan bertaraf internasional
dan ketidaksiapan guru yang berkompeten dalam menyelenggarakan pendidikan
tersebut merupakan perpaduan yang klop untuk menghasilkan lulusan yang tidak
siap pula berkompetisi di era globalisasi ini alias lulusan yang kurang
berkualitas. Seperti yang dilansir KOMPAS.com tanggal 28 Oktober 2009
menyebutkan bahwa tiga hasil studi internasional menyatakan, kemampuan siswa
Indonesia untuk semua bidang yang diukur secara signifikan ternyata berada di
bawah rata-rata skor internasional yang sebesar 500. Jika dibandingkan dengan
siswa internasional, siswa Indonesia hanya mampu menjawab soal dalam kategori
rendah dan sedikit sekali, bahkan hampir tidak ada yang dapat menjawab soal
yang menuntut pemikiran tingkat tinggi. hasil tiga studi tersebut mengemuka
dalam seminar Mutu Pendidikan dan Menengah Hasil Penelitian Puspendik 2009 di
Gedung Depdiknas, Jakarta, Rabu (28/10). Masih dalam Kompas.com tanggal 28
Oktober 2009 menyebutkan salah satu penelitian yang mengungkap lemahnya
kemampuan siswa, dalam hal ini siswa kelas IV SD/MI, adalah penelitian Progress
in International Reading Literacy Study (PIRLS), yaitu studi internasional
dalam bidang membaca pada anak-anak di seluruh dunia yg disponsori oleh The
International Association for the Evaluation Achievement. Hasil studi
menunjukkan bahwa rata-rata anak Indonesia berada pada urutan keempat dari
bawah dari 45 negara di dunia. Demikian hasil studi tersebut dipaparkan dalam
laporan penelitian “Studi Penilaian Kemampuan Guru Melalui Video dengan
Memanfaatkan Data PIRLS” oleh Prof Dr Suhardjono dari Pusat Penelitian
Pendidikan Depdiknas di Jakarta, Rabu (28/10). Dalam laporan tersebut,
Suhardjono menuturkan, muara dari lemahnya pembelajaran membaca patut diduga
karena kemampuan guru dan kondisi sekolah.
Dalam
lansiran lain di Kompas.com tanggal 19 Juni 2009 Ir Hafilia R. Ismanto MM.,
Direktur Bidang Akademik LBPP LIA, menyebutkan bahwa sampai saat ini masih
banyak guru belum berhasil untuk dijadikan role model sebagai pengguna Bahasa
Inggris yang baik, penyebab hal tersebut karena selama ini pihak sekolah dan
guru belum melakukan pendekatan integrasi antara content atau mata pelajaran
dan Bahasa Inggris. Tidak semua guru mata pelajaran bisa diberdayakan untuk
memberikan materi berbahasa Inggris, kecuali para guru itu memang benar-benar
siap.
Pendidikan di
Indonesia sekarang membuat rakyat biasa sangat menderita. Pendidikan menjadi
sesuatu yang tak terjangkau rakyat kecil. Tidak ada penggolongan orang miskin
dan orang kaya. Lembaga pendidikan telah dijadikan ladang bisnis dan
dikomersialkan.
Implikasinya,
jutaan rakyat Indonesia belum memperoleh pendidikan yang layak. Bahkan tidak
sedikit pula yang masih berkategori masyarakat buta huruf. Mereka belum bisa
menikmati dunia pendidikan seperti anggota masyarakat yang mampu “membeli” dan
menikmati pendidikan. Masyarakat demikian mencerminkan suatu kesenjangan yang
serius karena di satu sisi ada sebagian yang bisa membeli politik komoditi
pendidikan secara mahal. Sementara tidak sedikit anggota masyarakat yang tidak
cukup punya kemampuan ekonomi untuk bisa membebaskan diri dari buta huruf
akibat dunia pendidikan yang tidak berpihak secara manusiawi kepada dirinya.
Biaya pendidikan yang melangit ini terjadi di dunia pendidikan dasar, menengah
hingga pendidikan tinggi.
Tidak
hanya itu implikasi dari makin mahalnya biaya pendidikan. Kualitas mahasiswa
yang masuk perguruan tinggi pun nantinya patut dipertanyakan karena bukan tidak
mungkin uang yang akan berbicara. Siapa yang lebih banyak dia yang akan menang.
Bisa jadi mereka yang memiliki kemampuan intelektual pas-pasan bisa mengenyam
pendidikan di jurusan dan universitas favorit karena dia bisa membayar biaya
yang cukup tinggi. Sementara itu, mereka yang memiliki kemampuan lebih tidak
bisa menyandang gelar mahasiswa lantaran tidak memiliki kemampuan finansial.
Realitas
menunjukkan, krisis yang menimpa dunia pendidikan di Indonesia, khususnya
kualitas pendidikan yang rendah, merupakan persoalan yang sangat kompleks.
Prasarana, sarana, dan fasilitas kurang memadai, anggaran pendidikan nasional
yang sangat minim, dan banyaknya guru yang mengajar tidak sesuai dengan
keahlian atau memang belum layak disebut guru merupakan faktor yang ikut
menyulitkan pengembangan kualitas pendidikan.
Selain
itu telah muncul banyak pernyataan dan keluhan tentang rendahnya kualitas
sumber daya manusia Indonesia, yang tentu saja terkait dengan mutu lulusan yang
dihasilkan oleh sistem pendidikan. Padahal, anggaran negara yang dialokasikan
untuk pendidikan itu selalu bertambah dari tahun ke tahun. Sungguh ironis
memang, anggaran selalu naik tetapi kualitas lulusan tetap rendah dan justru
dirasakan semakin mahal. Mengapa hal seperti ini terjadi, padahal kurikulum dan
buku, entah sudah berapa kali diubah. Entah sudah berapa macam metode mengajar
yang ditatarkan kepada guru. Akankah keadaan ini dibiarkan terus berlanjut?
Jika tak menghasilkan lulusan yang berkualitas dan dapat diandalkan, dapatkah
pendidikan itu disebut sebuah investasi untuk masa depan?
Namun
seringkali masyarakat hanya dibuai oleh janji-janji anggaran atau kebijakan
bertemakan “alokasi”. Faktanya mimpi masyarakat ini sulit terkabul dengan alas
an-alasan yang politis. Pejabat belum sungguh-sungguh menempatkan dunia
pendidikan ini sebagai penyangga kemajuan bangsa. Kenyataannya memang demikian.
Subsidi pemerintah pemerintah perlahan menyurut hingga tak lagi dapat mencukupi
kebutuhan universitas. Namun di balik itu semua ada hal yang terlewatkan oleh
para pimpinan universitas sebagai makin mahalnya biaya pendidikan. Yakni, kaum
miskin hanya bisa gigit jari karena tidak dapat meneruskan ke jenjang
pendidikan tinggi.
Selain itu banyak
penyelewengan-penyelewengan anggaran pendidikan yang dilakukan oleh dilakukan
aparat dinas pendidikan di daerah dan sekolah. Peluang penyelewengan dana
pendidikan itu terutama dalam alokasi dana rehabilitasi dan pengadaan sarana
prasarana sekolah serta dana operasional sekolah. Temuan tersebut dipaparkan
oleh Febri Hendri, Peneliti Senior Indonesia Corruption Watch (ICW) saat
menyoal Evaluasi Kinerja Departemen Pendidikan Nasional Periode 2004 – 2009 di
Jakarta, Rabu (9/9). Menurut Febri, selama kurun waktu 2004-2009, sedikitnya
terungkap 142 kasus korupsi di sektor pendidikan. Kerugian negara mencapai Rp
243,3 miliar. (Kompas.com tanggal 9 September 2009).
Padahal tujuan
utama dari pengucuran dana pendidikan tersebut seperti dana BOS adalah untuk
meningkatkan mutu pendidikan, menaikkan kualitas tenaga pendidik supaya siswa
Indonesia memiliki daya saing di tingkat internasional. Namun apa yang terjadi
selain penyelewengan seperti yang disebutkan di atas, terjadi penggunaan dana
BOS yang belum tepat seperti yang dimuat Kompas.com tanggal 28 Oktober 2009
yang merupakan hasil penelitian bidang pendidikan berkerja sama dengan Pusat
Penelitian Depdiknas yang dibahas dalam seminar bertajuk Mutu Pendidikan Dasar
dan Menengah yang dipaparkan oleh Bahar Sinring, Dekan Fakultas Muslim
Indonesia Makassar menyebutkan bahwa Dari penggunaan dana BOS di tiap provinsi
terlihat bahwa pemanfaatan untuk gaji guru atau tenaga administrasi honorer
mengambil porsi yang cukup besar sekitar 20-40 persen. Akibatnya, dana BOS yang
dapat dinikmati siswa, termasuk untuk membantu siswa miskin, berkurang.
Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan diketahui bahwa enam dari sepuluh
sekolah menyimpangkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Rata-rata
penyimpangan itu senilai Rp 13,7 juta.
Menurut
Ade (dalam Kompas.com 9 September 2009 kebocoran anggaran ataupun dalam bentuk
paling parah seperti korupsi pendidikan, ini menyebabkan berkurangnya anggaran
dan dana pendidikan, merusak mental birokrasi pendidikan, meningkatkan beban
biaya yang harus ditanggung masyarakat, dan turunnya kualitas layanan
pendidikan. Bahkan, dalam beberapa kasus, korupsi pendidikan telah membahayakan
nyawa peserta didik dalam bentuk ambruknya gedung sekolah.
3.
Kaitan Globalisasi Pendidikan dengan dunia
Perpustakaan
Keberadaan Perpustakaan tidak
bisa dipisahkan dengan dunia pendidikan, Karena perpustakaan merupakan lembaga
yang mampu menunjang proses pendidikan dalam mengembangkan sumber daya manusia
yang berkualitas. Pada gilirannya dalam rangka membangun kehidupan masa depan
yang maju dan sejahtera.
Oleh karena
itulah sesuai dengan perkembangan zaman terutama di era globalisasi ini
perpustakaan harus terus berbenah diri dan meningkatkan kualitas layanan.
Bahkan di perguruan tinggi perpustakaan sudah menjadi tolok ukur kualitas
lulusan yang dihasilkan seperti yang dipaparkan oleh Hermawan dan Zen (2006)
“Pentingnya perpustakaan perguruan tinggi telah menjadi salah satu indikator
mutu pendidikan di perguruan tinggi. Makin baik perpustakaannya maka makin baik
pula mutu luaran perguruan tinggi tersebut”.
Dampak positif
globalisasi pendidikan terhadap perpustakaan dapat dilihat dari meningkatnya
kualitas layanan yang ada di perpustakaan, misalnya dengan diadakannya
layanan-layanan yang sifatnya mengglobal seperti internet, fasilitas wi-fi.
Selain itu koleksi-koleksi perpustakaan juga mulai bervariasi dan disesuaikan
dengan internasionalisasi lembaga pendidikan yang menaunginya, seperti jumlah
dan kualitas koleksi buku berbahasa Inggris semakin diperbanyak dan
dilanggannya jurnal-jurnal yang standar internasional. Penyelenggaraan yang
standar internasional ini tentunya membutuhkan biaya yang tidak murah, karena
sudah diketahui oleh umum bahwa harga buku –buku berbahasa Inggris harganya
lebih mahal dibanding buku berbahasa Indonesia, dan untuk melanggan satu jurnal
internasional juga harganya bisa mencapai puluhan juta rupiah.
Karena biaya yang
tinggi tersebutlah, yang mampu menyelenggarakan perpustakaan dengan layanan dan
kualitas yang baik tentunya perpustkaaan yang berada di lembaga pendidikan yang
punya modal dan pimpinan yang perhatian terhadap perkembangan dan pentingnya
perpustakaan. Karena banyak lembaga pendidikan yang punya modal besar
perpustakaannya kurang maju Karena pimpinannya yang tidak terlalu perhatian
terhadap perpustakaan. Hal yang lebih parah lagi tentunya dialami oleh
perpustakaan yang berada di lembaga-lembaga pendidikan yang modalnya kecil.
Jangankan untuk meningkatkan layanan dan koleksi yang bersifat internasional,
untuk merawat koleksi yang ada pun kadang masih terseok-seok. Sehingga dengan
adanya globalisasi ini perpustakaan tersebut semakin tertinggal.
Namun untuk
perpustakaan yang sudah bisa mengadakan dan menyesuaikan layanan dan koleksinya
dengan standar internasional pun bukan berarti tanpa masalah. Banyak terjadi
perpustakaan sudah banyak mengeluarkan biaya untuk menambah jumlah koleksi dan
melanggan jurnal internasional dengan harga mahal, namun tingkat pemakaian dari
penggunanya masih sangat rendah dibanding penggunaan koleksi atau jurnal-jurnal
yang berbahasa Indonesia. Ini artinya pengguna perpustakaan masih banyak yang
belum siap dengan standar internasional.
Untuk menjawab
perkembangan di dunia pendidikan ini maka mulai dari sekarang perpustakaan dan
pustakawan harus mau dan mampu mengikuti perkembangan tersebut. Pustakawan
diharapkan mampu mengubah dan mengembangkan dirinya seiring dengan tuntutan
perubahan. Pengembangan yang dimaksud adalah:
Ø memahami peranannya atas dasar pola kemitraan bukan melayani
Ø memberikan makna/kontribusi bagi lembaganya (dalam hal ini sekolah
atau perguruan tinggi) tidak sekedar fokus pada disiplin ilmu perpustakaan
Ø integrasi
Ø mampu mentransfer
kemampuannya melalui pelatihan dan pembinaan, sehingga penggunanya dapat
memanfaatkan layanan-layanan yang ada di perpustakaan secara optimal.
Ø Inovasi
Ketidaksiapan bangsa Indonesia dalam mencetak SDM
yang berkualitas dan bermoral yang dipersiapkan untuk terlibat dan berkiprah
dalam kancah globalisasi, menimbulkan dampak negative yang tidak sedikit
jumlahnya bagi masyarakat, paling tidak ada tiga dampak negative yang akan
terjadi dalam dunia pendidikan Indonesia, yaitu:
Pertama, dunia pendidikan akan menjadi objek komoditas dan
komersil seiring dengan kuatnya hembusan paham neoliberalisme yang melanda
dunia. Paradigma dalam dunia komersil adalah usaha mencari pasar baru dan
memperluas bentuk-bentuk usaha secara terus menerus. Globalisasi mampu memaksa
liberalisasi berbagai sektor yang dulunya non-komersial menjadi komoditas dalam
pasar yang baru. Tidak heran apabila sekolah masih membebani orang tua murid
dengan sejumlah anggaran berlabel uang komite atau uang sumbangan pembangunan
institusi meskipun pemerintah sudah menyediakan dan Bantuan Operasional Sekolah
(BOS).
Kedua, mulai melemahnya kekuatan kontrol pendidikan oleh
Negara. Tuntutan untuk berkompetisi dan tekanan institusi global, seperti
International Monetary Fund (IMF) dan World Bank, mau atau tidak, membuat dunia
politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan perubahan.
Lahirnya UUD 1945 yang telah diamandemenkan, UU Sisdiknas, dan PP no 19 tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) setidaknya telah membawa
perubahan paradigma pendidikan dari corak sentralistis menjadi disentralistis.
Ketiga, globalisasi akan mendorong delokasi dan perubahan
teknologi dan orientasi pendidikan. Pemanfaatan teknologi baru, seperti
komputer dan internet, telah membawa perubahan yang sangat revolusioner dalam
dunia pendidikan yang tradisional. Pemanfaatan multimedia yang portable dan
menarik sudah menjadi pemandangan yang biasa dalam praktik pembelajaran didunia
sekolah Indonesia. Disinilah bahwa pendidikan menjadi agenda prioritas
kebangsaan yang tidak bisa ditunda-tunda lagi untuk dilakukan seoptimal
mungkin.
Selain dampak negative, pengaruh globalisasi juga
membawa dampak yang positif. Sebagian pakar telah melihat betapa besar impact/
imbas yang disebabkan oleh pengaruh global ini sebagai suatu global
revolution. Globalisasi telah menimbulkan gaya hidup baru yang tampak dengan
jelas dalam mempengaruhi kehidupan. Ada berbagai dampak yang ditimbulkan oleh
globalisasi terhadap dunia pendidikan, yaitu:
4.
Responsifitas dalam
Menghadapi Globalisasi Pendidikan
Setelah
mengkaji globalisasi pendidikan terutama problematika dan pengaruh atau dampak
yang ditimbulkannya, dalam hal ini berkaitan tentang ranah pendidikan, kita
tidak akan mungkin terlepas dari elemen-elemen yang sangat berpengaruh
didalamnya dan saling berkaitan satu sama lainnya. Yaitu, pendidik (guru),
peserta didik (siswa), orang tua ( keluarga), dan lingkungan.
Telah kita
ketahui bersama bahwa globalisasi bisa berdampak positif dalam melakukan
perubahan yang lebih baik, namun disisi lain mempunyai dampak negatif yang
dapat menjadi boomerang bagi dunia pendidikan khususnya di Indonesia. Hal itu
semua akan tergantung bagaimana elemen-elemen yang sangat berpengaruh dalam
pendidikan mampu bersikap responsive dalam menghadapi arus globalisasi yang
tidak bisa kita hindari, artinya dalam menghadapi arus globalisasi ini kita tidak
akan pernah menemukan suatu penyelesaian dengan cara menghindari dan
berpura-pura tidak tahu apa-apa.
Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh semua elemen diatas tadi dalam
menghadapi arus globlisasi dalam dunia pendidikan.
a)
Pendidik
(Guru)
Menurut undang-undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen telah ditegaskan bahwa yang dimaksud
Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
dijalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Disamping
itu, di era global saat ini dituntut adanya fungsi dari keberadaan guru sebagai
tenaga professional, yang mampu meningkatkan martabat serta mampu melaksanakan
system pendidikan nasional dan mewujudkan pendidikn nasional, yaitu
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa.
Maka dari
itu, masalah guru merupakan topik yang tidak pernah habis dibahas dan selalu
aktual seiring dengan perubahan zaman dan pengaruh globalisasi dalam
pendidikan, karena permasalahan guru sendiri dan dunia pendiidkan yang
menyangkutnya selalu diperbincangkan. Pada dasarnya persoalan etika dan moral
anak bangsa, bukan hanya permasalahan guru namun jika yang dituju adalah moral
peserta didik (siswa), maka tidak ada alasan untuk guru dilibatkan. Guru
sebagai pengajar dan pendidik, memang tidak hanya harus membina para murid segi
kognitif dan psikomotoriknya demi peningkatan nilai angka. Akan tetapi, seorang
guru sangat dituntut agar apa yang ia kerjakan dipraktekan oleh para muridnya
dalam kehidupan.
Guru adalah
orang yang bertanggung jawab atas peningkatan moral pelajar dan juga
kemerosotannya. Untuk itu tugas guru tidak terbatas pada pengajaran mata
pelajaran, tapi yang paling penting adalah pencetakan karakter murid. Tantangan
persoalan ini memang sangat sulit bagi seorang guru karena keterbatasan
kontrolling pada murid kerap membuatnya kecolongan.
Disamping
itu, dalam menghadapi era globalisasi guru dituntut meningkatkan profesionalitasnya
sebagai pengajar dan pendidik. Guru juga harus siap menghadapi kata kunci dunia
pendidikan, seperti: kompetisi, transparansi, efisiensi, dan kualitas
tinggi. Dengan demikian kualitas
mutu pendidikan harus sangat diperhatikan oleh para guru untuk menyelamatkan
profesinya.
Untuk itu dalam peningkatan kualitas
pengajaran, guru harus bisa mengembangun tiga intelegensi dasar siswa.
Yaitu: intelektual, emosional, dan moral. Tiga unsur itu harus
ditanamkan pada diri murid sekuat-kuatnya agar terpatri dalam dirinya. Kemudian
system pembelajaran yang kreatif dan inovatif juga menjadi penting bagi guru,
sehingga dapat megembangkan seluruh potensi diri siswa, dan memunculkan
keinginan bagi siswa untuk maju yang diikuti ketertarikan untuk menemukan
hal-hal baru pada bidang yang diminati melalui belajr mandiri (self study)
yang kuat. Dengan perkembangan bidang teknologi informasi semakin mendorong
dalam kemajuan bidang ilmu pengetahuan, sehingga dunia pendidikan harus
memiliki kemampuan untuk memanfaatkan semaksimal mungkin.
b)
Peserta
didik (Siswa)
Selain
tugas utama seorang siswa yaitu belajar, seorang siswa juga harus mampu memilah
dan memilih segala pengaruh yang masuk dalam dirinya, baik itu pengaruh dari
teman sebayanya, lingkungannya, maupun media masa. Dampak dari pengaruh
globalisasi terhadap siswa akan sangat mungkin berdampak negativ dan
menghancurkan dirinya jika tidak segera ditanggulangi.
Baik
pengaruh positif maupun negatif dari globalisasi akan sangat terlihat jelas
bagi siswa dalam perilaku dan tingkah lakunya sehari-hari. Hal itu dikarenakan
mereka masih dalam masa-masa labil, dan masa-masa dimana selalu ingin mencoba
sesuatu hal yang dianggap baru. Hal
ini yang perlu diperhatikan bagi orang-rang dewasa yang ada disekitarnya.
Akses internet yang terbuka seluas-luasnya
akan berdampak buruk bagi siswa jika digunakan untuk mengakses video porno,
maupun gambar-gambar lainnya yang tidak sepantasnya mereka akses. Namun akan
sangat baik jika akses interet digunakan oleh mereka untuk mencari informasi
dan pengetahuan sebanyak-banyaknya karena dunia ini akan terasa sempit melaui
dunia maya.
Dua hal yang saling kontradiktif namun
sangat dekat sekali, sehingga tidak jarang yang menyalahgunkan dalam
pemanfaatan kemajuan teknologi bagi siswa. Maka dari itu tiga unsur dasar bagi
siswa, yaitu intelektual, emosional, dan moral sangat penting untuk mereka
miliki.
Intelektual murid harus luas, agar ia bisa
menghadapi arus globalisasi dan tidak ketinggalan zaman, apalagi sampai terbawa
arus. Selain itu, dimensi emosional dan spiritual siswa juga harus terdidik
dengn baik, agar bisa melahirkan perilaku yang baik dan bisa bertahan diantara
pengaruh demoralisasi di era globalisasi dengan prinsip spiritualnya.
c)
Orang
tua (Keluarga)
Orang tua
atau keluarga dianggap sebagai pendidikan pertama bagi anak sebelum mereka
dikenalkan dengan dunia luar. Pengaruh keluarga juga sangat besar dalam
pertumbuhan seorang anak, karena disamping mempunyai kedekatan secara
emosional, mereka juga mempunyai tingkat kebersamaan yang lebih karena tinggal
dalam satu atap atau satu rumah. Peran orang tua untuk mencari tau segala
kegiatan yang dilakukan oleh anak-anaknya sangat penting, dimana jika keluarga
sedikit mengbaikan itu maka akan berdampak pada kepribadian dan perilaku
anak-anaknya yang tidak terkontrol. Orang tua terkadang memberikan sepenuhnya
kepada sekolah dalam mendidik dan mengembangkan potensi anak, padahal tidak
sampai disitu saja karena kontrol dari sekolah terbatas hanya dalam jam
pelajaran sekolah.
Mencari
tahu segala kegiatan anak tidak harus dengan mengikutinya setiap detik dan
setiap waktu. Namun bisa dilakukan dengan banyak hal dan cara, seperti dengan
memberikan perhatian, menanyakan dengan siapa teman bermain, menanyakan keadaan
anak kepada guru-guru nya di sekolah, dan lain sebagainya. Hal seperti ini
sangat mudah dilakukan, namun terkadang orang tua sibuk dengan kegiatannya
masing-masing bahan tidak mau tahu sehingga anak seringkali terabaikan.
d)
Lingkungan
Lingkungan
tempat tinggal akan berdampak besar pada perilaku dan kepribadian seseorang,
karena seringkali pengaruh teman sebayanya dapat mengalahkan pengaruh guru
maupun orang tua. Gaya hidup lingkungan sekitar juga mampu merusak tatanan yang
sudah diajarkan disekolah, yaitu yang berkaitan dengan moral seperti tingkah
laku dan menghormati orang yang lebih tua seringkali diabaikan karena pengaruh
kebiasaan orang-orang yang ada disekitar kita.
Untuk itu
pemilihan lingkungan sangat penting dalam menghadapi arus globalisasi yang akan
berdampak pada dunia pendidikan. Karena kewajiban kita adalah bagaimana
berinteraksi dengan nya secara positif. Toh, realitas (globalisasi)
ini tidak semuanya buruk, dan tidak pula semuanya baik. Karena itu kita harus menyikapinya lewat berbagai
bentuk artikulasi yang kritis namun proporsional.
Pangkal dari arus globalisasi yaitu berada
pada kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang mampu membawa kepada
perubahan-perubahan dalam bidang pendidikan baik perubahan positif maupun
perubahan negative.
Maka, Clossing Statement……..
Globalisasi sangat erat kaitannya dengan
pendidikan yang didalamnya terdapat proses mempengaruhi dalam segala bidang
terutama dalam ranah pendidikan, yang berimbas pada nlai-nilai moral, sosial,
budaya dan kepribadian yang dapat berdampak positif dan negatif. Pendidikan
tidak mungkin menisbikan proses globalisasi yang akan mewujudkan masyarakat
global ini. Dalam menuju era globalisasi, Indonesia harus melakukan reformasi
dalam proses pendidikan, dengan tekanan menciptakan sistem pendidikan yang
lebih komperehensif dan fleksibel. Dan dalam merespon globalisasi, kita
hendaknya tidak terjebak ke dalam sikap-sikap ekstrem, mendukung dan
menerimanya tanpa reserve atau menolaknya mentah-mentah. Akan tetapi, hendaknya
kita bisa bersikap lebih kritis dan kreatif dengan melakukan penelaahan terhadap
setiap sisi dari globalisasi.
Dalam konteks Global, UU nomor 17 tahun
2007 merumuskan misi agar Indonesia ikut berperan penting dalam pergaulan dunia
Internasional. Misi ini tidak mungkin bisa dicapai tanpa adanya sensitifitas
global yang dimiliki oleh Warga Negara Indonesia. Karena itu melalui pendidikan
lah yang mampu menumbuhkan sensitifitas atau kesadaran global ini. Bukan malah
menjadikan arus globalisasi yang menggrogoti pendidikan di Indonesia.
Pembentukan karakter bangsa
yang memiliki kepedulian terhadap dunia global menjadi cukup penting. Melalui
karakter ini generasi muda diharapkan mampu mengikuti perkembangan dunia global
secara kritis. Tidak semata-mata larut dalam berbagai perubahan dan
perkembangan yang terjadi. Apalagi sampai ikut sebagai pelaku berbagai
kejahatan Internasional. Sebaliknya yang diharapkan adalah generasi yang mampu
memberikan solusi bagi masa depan dunia yang lebih adil dan damai.
Seorang pendidik/ guru memiliki tanggung
jawab dan peran penting dalam menghadapi tantangan masyarakat global di era
globalisasi ini. Guru sangat dituntut untuk tetap eksis dan meningkatkan
profesionalitasnya sebagai pengajar dan pendidik yang menjadi penentu arah
generasi penerus bangsa.
5.
Pentingnya Wawasan Global dalam Pendidikan
Cara untuk mempersiapkan diri
dalam menghadapi globalisasi ini adalah dengan cara meningkatkan kesadaran dan
memperluas wawasan. Cara untuk meningkatkan dan memperluas wawasan dapat
dilakukan dengan berbagai cara, dan cara yang paling efektif adalah melalui pendidikan.
Peningkatan
kualitas pendidikan bagi suatu bangsa, bagaimanapun mesti diprioritaskan. Sebab
kualitas pendidikan sangat penting artinya, karena hanya manusia yang
berkualitas saja yang bisa bertahan hidup di masa depan. Salah satu cara yang
dapat dilakukan untuk peningkatan kualitas pendidikan tersebut adalah dengan
pengelolaan pendidikan dengan wawasan global. Meningkatkan dan memperluas
wawasan global merupakan unsur penting untuk memahami masalah global.
Melalui pendidikan maka seseorang harus mampu mengembangkan 4 hal berikut:
Melalui pendidikan maka seseorang harus mampu mengembangkan 4 hal berikut:
a. Kemampuan mengantisipasi
(anticipate), artinya pendidikan berusaha menyiapkan anak didik untuk dapat
mengantisipasi perkembangan IPTEK yang begitu cepat.
b. Mengerti dan mengatasi
situasi (cope), artinya dapat mengembangkan kemampuan dan sikap peserta didik
untuk menangani dan berhadapan dengan situasi baru.
c. Mengakomodasi
(acomodate), artinya dapat mengakomodasi perkembanagn IPTEK yang pesat dan
segala perubahan yang ditimbulkannya.
d. Mereoriantasi (reorient),
artinya persepsi dan wawasan tentang dunia perlu diorientasikan kembali karena
perkembangan IPTEK dan perubahan sosial yang
cepat sehingga memperoleh wawasan yang semakin luas.
Dengan demikian pentingnya (urgensi) wawasan
perspektif global dalam pengelolaan pendidikan ialah sebagai langkah upaya dalam peningkatan mutu pendidikan nasional.
Hal ini dikarenakan seperti yang telah
dituliskan sebelumnya, dengan wawasan perspektif global kita dapat menghindarkan
diri dari cara berpikir sempit dan
terkotak-kotak oleh batas subyektif sehingga pemikiran kita lebih berkembang. Kita dapat melihat sistem pendidikan di
negara lain yang telah maju dan berkembang. Dapat membandingkannya dengan pendidikan di negara kita, mana yang dapat
diterapkan dan mana yang sekerdar untuk
diketahui saja. Kita bias mencontoh sistem pendidikan yang baik di negara lain
selama hal itu tidak bertentangan dengan jati
diri bangsa Indonesia.
6. Pendidikan yang Memiliki Wawasan Globalisasi
Pendidikan yang berwawasan
global dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
a.
Perspektif Kurikuler
Berdasarkan persperktif kurikuler, pendidikan
berwawasan global merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan untuk
mempersiapkan tenaga terdidik kelas menengah dan professional dengan
meningkatkan kemampuan individu dalam memahami masyarakatnya dalam kaitannya
dengan kehidupan masyarakat dunia, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Mempelajari budaya, sosial, politik dan ekonomi bangsa
lain dengan titik berat memahami adanya saling ketergantungan
2. Mempelajari berbagai cabang ilmu pengetahuan untuk
dipergunakan sesuai dengan kebutuhan lingkungan setempat
3. Mengembangkan berbagai kemungkinan berbagai kemampuan
dan keterampilan untuk bekerjasama guna mewujudkan kehidupan masyarakat dunia
yang lebih baik.
Oleh
karena itu, pendidikan berwawasan global akan menekankan pada pembahasan materi
yang meliputi:
1) Adanya saling ketergantungan di antara masyarakat
dunia
2) Adanya perubahan yang akan terus berlangsung dari
waktu ke waktu
3) Adanya perbedaan kultur di antara masyarakat atau
kelompok-kelompok dalam masyarakat
4) Adanya kenyataan bahwa kehidupan dunia itu memiliki
berbagai keterbatasan antara lain dalam wujud ketersediaan barang-barang
kebutuhan yang jarang. Untuk dapat memenuhi kebutuhan yang jarang tersebut
tidak mustahil dapat menimbulkan konflik-konflik.
Berdasarkan perspektif kurikuler, pengembangan
pendidikan berwawasan global memiliki implikasi ke arah perombakan kurikulum
pendidikan. Mata pelajaran dan mata kuliah yang dikembangkan tidak lagi
bersifat monopolitik melainkan lebih banyak yang bersifat integrative. Dalam
arti, mata kuliah lebih ditekankan pada kajian yang bersifat multidisipliner,
interdisipliner, dan transdisipliner.
b.
Perspektif Reformasi
Berdasarkan
perspektif reformasi pendidikan berwawasan global merupakan suatu proses pendidikan
yang dirancang untuk mempersediakan anak didik dengan kemampuan dasar
intelektual dan tanggung jawab guna memasuki kehidupan yang bersifat kompetitif
dan dengan derajat saling menggantungkan antar bangsa yang sangat tinggi.
Pendidikan harus mengkaitkan proses pendidikan yang berlangsung di sekolah
dengan nilai-nilai yang selalu berubah di masyarakat global. Dengan demikian,
sekolah harus memiliki orientasi nilai, di mana masyarakat tersebut harus
selalu dikaji dalam kaitannya dengan masyarakat dunia.
Implikasi dari pendidikan berwawasan global menurut perfektif reformasi tidak hanya bersifat perombakan kurikulum, tetapi juga merombak sistem, struktur dan proses pendidikan. Pendidikan dengan kebijakan dasar sebagai kebijakan sosial tidak lagi cocok bagi pendidikan berwawasan global. Pendidikan berwawasan global harus merupakan kombinasi antara kebijakan yang mendasarkan pada mekanisme pasar. Maka dari itu, sistem dan struktur pendidikan harus bersifat terbuka, sebagaimana layaknya kegiatan yang memiliki fungsi ekonomis. Selain itu, pendidikan berwawasan global bersifat sistematik organik, dengan ciri-ciri fleksibel-adaptif dan kreatif demokratis. Bersifat sistemik-organik artinya bahwa sekolah merupakan sekumpulan proses yang bersifat interaktif yang tidak bisa dilihat sebagai-hitam putih, tetapi setiap interaksi harus dilihat sebagai satu bagian dari keseluruhan interaksi yang ada.
Implikasi dari pendidikan berwawasan global menurut perfektif reformasi tidak hanya bersifat perombakan kurikulum, tetapi juga merombak sistem, struktur dan proses pendidikan. Pendidikan dengan kebijakan dasar sebagai kebijakan sosial tidak lagi cocok bagi pendidikan berwawasan global. Pendidikan berwawasan global harus merupakan kombinasi antara kebijakan yang mendasarkan pada mekanisme pasar. Maka dari itu, sistem dan struktur pendidikan harus bersifat terbuka, sebagaimana layaknya kegiatan yang memiliki fungsi ekonomis. Selain itu, pendidikan berwawasan global bersifat sistematik organik, dengan ciri-ciri fleksibel-adaptif dan kreatif demokratis. Bersifat sistemik-organik artinya bahwa sekolah merupakan sekumpulan proses yang bersifat interaktif yang tidak bisa dilihat sebagai-hitam putih, tetapi setiap interaksi harus dilihat sebagai satu bagian dari keseluruhan interaksi yang ada.
Fleksibel-adaptif, artinya bahwa pendidikan
lebih ditekankan sebagai suatu proses learning daripada teaching. Anak didik
dirangsang untuk memiliki motivasi untuk mempelajari sesuatu yang harus
dipelajari dan continues learning. Tetapi, anak didik tidak akan dipaksa untuk
dipelajari. Sedangkan materi yang dipelajari bersifat integrated, materi satu
dengan yang lain dikaitkan secara padu dan dalam open-sistem environment. Pada
pendidikan tersebut karakteristik individu mendapat tempat yang layak.
Kreatif demokratis, berarti pendidikan senantiasa
menekankan pada suatu sikap mental untuk senantiasa menghadirkan suatu yang baru
dan orisinil. Secara paedagogis, kreativitas dan demokrasi merupakan dua sisi
dari mata uang. Tanpa demokrasi tidak akan ada proses kreatif, sebaliknya tanpa
proses kreatif demokrasi tidak akan memiliki makna.
7. Sikap Masyarakat Pendidikan Indonesia Terhadap Globalisasi
Globalisasi merupakan sebuah keniscayaan. Selalu menampakkan dua wajah yang berbeda, yaitu globalisasi yang menampakkan wajah positif dan dampak negatif. Dampak positif dapat diterima untuk menambah daftar kekayaan dalam dunia pendidikan Indonesia. Sedangkan untuk dampak negatif, Menolak dan menghindarinya sangatlah tidak mungkin dilakukan, yang bisa dilakukan adalah mengeliminasi dan mereduksi dampak negatif tersebut. Untuk menghadapi dampak negatif globalisasi terhadap dunia pendidikan Indonesia diperlukan sikap tegas dari masyarakat pendidikan itu sendiri yaitu:
Globalisasi merupakan sebuah keniscayaan. Selalu menampakkan dua wajah yang berbeda, yaitu globalisasi yang menampakkan wajah positif dan dampak negatif. Dampak positif dapat diterima untuk menambah daftar kekayaan dalam dunia pendidikan Indonesia. Sedangkan untuk dampak negatif, Menolak dan menghindarinya sangatlah tidak mungkin dilakukan, yang bisa dilakukan adalah mengeliminasi dan mereduksi dampak negatif tersebut. Untuk menghadapi dampak negatif globalisasi terhadap dunia pendidikan Indonesia diperlukan sikap tegas dari masyarakat pendidikan itu sendiri yaitu:
1.
Menjadikan pancasila sebagai acuan
Pancasila selain sebagai landasan ideologi bangsa Indonesia, juga berperan sebagai filter. Pengaruh-pengaruh dari luar Indonesia, disaring. Kemudian diklasifikasikan kedalam dua golongan:
• Golongan pertama adalah golongan yang sesuai dengan watak dan kepribadian bangsa Indonesia. Golongan pertama ini merupakan golongan yang diterima dan dikembangkan, agar benar-benar sesuai dengan watak dan kepribadian Indonesia.
• Golongan kedua adalah golongan yang tidak sesuai dengan watak dan kepribadian bangsa Indonesia. Sehingga perlu ditindak lanjuti untuk mengurangi bahayanya bagi bangsa Indonesia.
Pancasila selain sebagai landasan ideologi bangsa Indonesia, juga berperan sebagai filter. Pengaruh-pengaruh dari luar Indonesia, disaring. Kemudian diklasifikasikan kedalam dua golongan:
• Golongan pertama adalah golongan yang sesuai dengan watak dan kepribadian bangsa Indonesia. Golongan pertama ini merupakan golongan yang diterima dan dikembangkan, agar benar-benar sesuai dengan watak dan kepribadian Indonesia.
• Golongan kedua adalah golongan yang tidak sesuai dengan watak dan kepribadian bangsa Indonesia. Sehingga perlu ditindak lanjuti untuk mengurangi bahayanya bagi bangsa Indonesia.
2.
Menjadikan pelajaran-pelajaran moral sebagai
pelajaran wajib.
Pelajaran-pelajaran yang menjurus pada pembekalan moral dan perbaikan akhlak (seperti pendidikan agama, pendidikan pancasila dan kewarganegaraan) hendaklah dijadikan pelajaran wajib dalam penyusunan kurikulum. Sehingga siswa tidak hanya dituntut pandai dalam keilmuan atau spesialisasi dalam bidang-bidang tertentu tetapi juga memiliki moral dan akhlak yang baik yang tercermin pada setiap tingkah laku maupun ucapan.
Pelajaran-pelajaran yang menjurus pada pembekalan moral dan perbaikan akhlak (seperti pendidikan agama, pendidikan pancasila dan kewarganegaraan) hendaklah dijadikan pelajaran wajib dalam penyusunan kurikulum. Sehingga siswa tidak hanya dituntut pandai dalam keilmuan atau spesialisasi dalam bidang-bidang tertentu tetapi juga memiliki moral dan akhlak yang baik yang tercermin pada setiap tingkah laku maupun ucapan.
Ø Kesimpulan
Globalisasi
mempunyai pengaruh yang positif dan negative terhadap pendidikan di Indonesia.
Untuk mengatasi kenegatifan dampak globalisasi bagi dunia pendidikan, maka
kualitas pendidikan harus ditingkatkan. Cara meningkatkan kualitas pendidikan
adalah dengan pengelolaan pendidikan dengan wawasan global. Pendidikan
berwawasan global itu sendiri dibedakan menjadi 2, yaitu Perspektif Kurikuler
dan Perspektif Reformasi.
Perkembangan dunia pendidikan
di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh perkembangan globalisasi, di
mana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Era pasar bebas juga
merupakan tantangan bagi dunia pendidikan Indonesia, karena terbuka peluang
lembaga pendidikan dan tenaga pendidik dari mancanegara masuk ke Indonesia.
Untuk menghadapi pasar global maka kebijakan pendidikan nasional harus dapat
meningkatkan mutu pendidikan, baik akademik maupun non-akademik, dan
memperbaiki manajemen pendidikan agar lebih produktif dan efisien serta
memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan.
Paling tidak, ada tiga dampak globalisasi yang akan terjadi dalam dunia pendidikan. Pertama, dunia pendidikan akan menjadi objek komoditas dan komersil seiring dengan kuatnya hembusan paham neoliberalisme yang melanda dunia. Kedua, mulai longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Ketiga, globalisasi akan mendorong delokasi dan perubahan teknologi dan orientasi pendidikan.
Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem pendidikan yang sekular-materialstik. Hal ini dapat terlihat antara lain pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi : Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, kagamaan, dan khusus dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum.
Cara penyesuaian pendidikan Indonesia di era globalisasi sekarang ini adalah visioning, repositioning strategy, dan leadership. Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah beranjak dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-tahapan yang juga jelas, dan komitmen semua pihak serta kepemimpinan yang kuat untuk mencapai itu, tahun 2020 bukan tidak mungkin Indonesia juga bisa bangkit kembali menjadi bangsa yang lebih bermartabat dan jaya sebagai pemenang dalam globalisasi.
Paling tidak, ada tiga dampak globalisasi yang akan terjadi dalam dunia pendidikan. Pertama, dunia pendidikan akan menjadi objek komoditas dan komersil seiring dengan kuatnya hembusan paham neoliberalisme yang melanda dunia. Kedua, mulai longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Ketiga, globalisasi akan mendorong delokasi dan perubahan teknologi dan orientasi pendidikan.
Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem pendidikan yang sekular-materialstik. Hal ini dapat terlihat antara lain pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi : Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, kagamaan, dan khusus dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum.
Cara penyesuaian pendidikan Indonesia di era globalisasi sekarang ini adalah visioning, repositioning strategy, dan leadership. Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah beranjak dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-tahapan yang juga jelas, dan komitmen semua pihak serta kepemimpinan yang kuat untuk mencapai itu, tahun 2020 bukan tidak mungkin Indonesia juga bisa bangkit kembali menjadi bangsa yang lebih bermartabat dan jaya sebagai pemenang dalam globalisasi.
Ø Solusi
Pemerintah
sebagai pengemban amanat rakyat, dapat bergerak cepat menemukan dan memperbaiki
celah – celah yang dapat menyulut kesenjangan dalam dunia pendidikan. Salah
satunya dengan cara menjadikan pendidikan di Indonesia semakin murah atau
bahkan gratis tapi bukan pendidikan yang murahan tanpa kualitas. Hal ini memang
sudah dimulai di beberapa daerah di Indonesia yang menyediakan sekolah unggulan
berkualitas yang bebas biaya. Namun hal tersebut baru berupa kebijakan regional
di daerah tertentu. Alangkah baiknya jika pemerintah pusat menerapkan kebijakan
tersebut dalam skala nasional . Untuk dapat mewujudkan hal tersebut pemerintah
perlu melakukan pembenahan terutama dalam bidang birokrasi. Korupsi mesti
segera diberantas, karena korupsi merupakan salah satu yang menghancurkan
bangsa ini.
Ide Menteri
Pendidikan Nasional (Mendiknas) Moh. Nuh yang mengingatkan, bahwa dalam dunia
pendidikan tak boleh ada sikap diskriminatif yang disebabkan adanya perbedaan
kaya dengan miskin akibat faktor wilayah kota dan desa sehingga seseorang
kehilangan hak untuk mendapatkan pendidikan. (Kompas.com tanggal 3 November
2009) Perlu diimplentasikan dan dilaksanakan dengan segera, agar hak setiap
warga negara untuk memperoleh pendidikan yang layak dapat segera terwujud, dan
dapat mendorong lembaga pendidikan untuk mempertimbangkan kurikulum maupun
metodologi yang tidak banyak mengeluarkan biaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar